Antasena adalah putra ketiga dari
Arya Werkudara atau Bima, ibunya bernama Dewi Urangayu, putrid Hyang Mintuna di
Kisiknarpada. Ia memiliki istri bernama Dewi Jenakawati putrid Raden Arjuna.
Tampilan
fisik Antasena berposisi muka langak, dengan mata thelengan, mulut salitan,
hidung bentulan, memakai jamang, sumping pandhan binethot, bermahkota gelung
supiturang. Pada bagian muka tampak digambarkan mengenakan kalung tanggalan,
dengan posisi kaki jangkahan satria. Mengenakan kelatbahu nagapangangrang,
gelang candakirana. Motif yang dikenakan umumnya poleng dengan konca bayu.
Tokoh ini diberi warna biru muda pada bagian mukanya atau gembleng. Antasena
memiliki wanda bujang.
Pada
saat kelahiran Antasena, di Suralaya (tempat para dewa) terjadi peperangan
hebat antara para dewa dengan raja raksasa bernama Kalalodra dari Negara
Girikadasar. Oleh karena para dewa kalah dalam peperangan itu, maka Antasena
yang masih bayi itu di sraya dan ditampilkan di medan laga. Pada akhirnya anak
Werkudara yang sakti ini mampu membinasakan musuh-musuh para dewa. Sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya itu Antasena mendapat kewenangan untuk tidak
berkata halus (basa karma) dan tidak perlu menyembah kepada siapa pun, serta
Negara Girikadasar diberikan kepadanya.
Dalam
pedhalangan Yogyakarta, Antasena merupakan tokoh putra Pandawa yang sering
menjadi idola, baik oleh dalang maupun masyarakat pendukungnya. Dalam lakon
wayang Antasena ditampilkan sebagai sosok satria yang jujur, berwibawa,
memiliki tata krama yang tinggi walau dia berbicara selalo ngoko. Antasena
selalu berpasangan dengan putra Prabu Yudistira yang bernama Raden Pancawala.
Setiap ada tokoh Pancawala akan dijumpai pula Antasena, kedua satria ini
menjadi pasangan abadi sehingga saling membantu dan saling mendorong untuk
mencapai suatu tujuan secara bersama-sama. tidak sedikit permasalahan yang
dihadapi oleh Pandawa dapat dipecahkan atas jasa Antasena, sehingga dalam
masyarakat Yogyakarta sangat menyukai tokoh ini. Dalam berbagai cerita yang
menampilkan tokoh Antasena akan selalu memberi inspirasi dan teladan bagaimana
sebuah konsep hidup yang bersahaja, tidak neka-neka, tetapi selalu berusaha
dalam jalan yang benar, sesuai dengan keutamaan.
Dalam
perjalanan Antasena untuk mencari ayahnya, ia diberi bekal oleh sang kakek
sebuah cupu (kotak) bernama Maduretno, yang mempunyai khasiat dapat
menyembuhkan orang sakit dan menghidupkan kembali bagi orang yang mati di luar
takdir. Bersamaan dengan para Pandawa sedang ditawan oleh Prabu Ganggatrimuka
dari Negara Dasarsamodra, yang bermaksud menjadikan para Pendawa itu menjadi
tumbal (wadal) keselamatan negaranya, dengan cara membunuhnya tanpa senjata.
Untuk itu para Pendawa dimasukkan dalam kong gedhah (ruangan hampa udara
terbuat dari kaca). Namun sebelum terlaksana datanglah Antasena dan menolong
orang yang mati lemas dalam kong gedhah dan dihidupkan lagi dengan Maduretna.
Bersamaan dengan itu datanglah ibu dan kakek Antasena yang kemudian menjelaskan
salah satu Pandawa yang bernama Werkudara adalah ayahnya.
Dalam
lakon Antisura, Antasena dan para putra Pandawa dapat menguasai Negara Astina,
dan berhasil mengangkat Raden Pancawaka sebagai rajanya. Suatu ketika Antasena
menjadi pendeta bernama Curiganata yang bertempur di padepokan Randuwatangan.
Ia memiliki harimau putih yang dibutuhkan sebagai salah satu syarat untuk
perkawinan Bambang Irawan dengan Dewi Titisari putra Prabu Kresna.
Comments
Post a Comment