Werkudara
berpenampilan luruh, bermata thelengan, hidung bentulan, dan bermulut salitan
dengan kumis, jenggot, dan cambang yang amat tebal. Ia bermahkota gelung supit
urang jenis minangkara, bersumping pandhan binethot, dengan memakai pupuk jarot
asem dan anting-anting bayu. Tubuh gagahan alus, dengan simbarjaja dan gajah
gelar dengan jangkahan sena. Pada bagian kaki digambari kepala nagaraja
(porong) dengan konca bayu. Kampuh bermotif poleng bang bintulu aji, dengan
tiga macam warna merah, hitam, dan putih. Atribut yang lain adalah kuku
pancanaka, kelatbahu, dan gelang candrakirana. Werkudara ditampilkan dengan
muka hitam badan gembleng atau muka dan badan gembleng. Wanda: lintang
(bayukusuma), bugis dan indhu.
Ketika
lahir Werkudara berwujud bungkus, yang hanya dapat dipecahkan oleh gajah pusaka
astina yang bernama gajah sena, kemudian menyatu dan sejiwa dengannya oleh
karena itu disebut juga Arya Sena. Tokoh Werkudara ini sangat populer di tanah
Jawa, oleh karena itu sering dijadikan simbol-simbol dalam kehidupan
masyarakat. Di samping memiliki saudara Pandawa, Werkudara memiliki saudara
tunggal bayu, yaitu Anoman (kera), Situbanda (gajah), Jayawreksa (raksasa), dan
Maenaka (bukit). Werkudara adalah sosok
yang memiliki tingkat kejujuran tinggi, dia mempunyai sifat atau watak akan
membalas kebaikan yang telah diperolehnya dari siapa saja, tetapi dia akan
berbuat jahat kepada siapa saja yang melakukan kejahatan atau perbuatan yang
buruk kepadanya.
Dalam
usaha menemukan air parwita sari, Werkudara rela meninggalkan anak saudara dan
berkali-kali dibohongi oleh Pandita Druna, hingga akan membawa maut. Namun atas
keteguhan hatinya Werkudara mampu mengatasi rintangan-rintangan dan menyeburkan
diri di tengan samodra, sehingga dapat menemukan jati dirinya melalui Dewa Ruci
yang mengajarkan ilmu kesempurnaan. Seperti yang diceritakan dalam lakon Dewa
Ruci.
Ketika
Pandawa dalam bahaya api yang membakar tempat tinggalnya, Werkudara mampu
membawa saudara-saudara dan ibunya untuk menyelamatkan diri, atas bantuan
garangan putih yang merupakan perwujudan dari Anantaboga, melalui bawah tanah
sampai di Kahyangan Saptapretala, ketika itu Werkudara dikawinkan dengan Dewi
Nagagini. Dalam lakon Babat Alas Mrentani, saat para Pandawa babat alas untuk
membuat kraton, ia berperang melawan raja jin yang bernama Dandun Wacana yang
kemudian sejiwa dengannya dan memberinya kerajaan Jodipati. Dalam lakon Partakrama
Werkudara mampu memenuhi persyaratan untuk perkawinan Arjuna yang berbentuk
banteng pancal panggung yang berjumlah 40 ekor yang harus mengalahkan raksasa
penjaganya, dan mencarikan kera putih mulus yang disebut dengan Mayangseta dari
Pandansurat. Dalam lakon Dewamambang, Werkudara dapat mempertahankan kehormatan
Puntadewa kakaknya dan Amarta.
Werkudara selalu berkata ngoko atau nungkak krama dan
tidak pernah menyembah kepada siapa pun, merupakan lambang kejujuran dan
kesederhanaan, sehingga apa yang dilakukan adalah sesuai dengan kondisinya,
jadi tidak direkayasa, termasuk kepada para Dewa.
izin ngutip artikelnya gan
ReplyDeletePodo karakterku
ReplyDelete