Raden Sadewa adalah salah satu
Pandawa yang terkenal sebagai saudara kembar Nakula. Ia adalah putra Prabu
Pandudewanata dengan istrinya Dewi Madrim. Sadewa memiliki istri bernama Dewi
Srengginiwati putri Hyang Anantaboga di Saptapratala, dari perkawinan itu ia
mendapatkan dua orang putra yaitu Raden Sidapeksa. Ia memiliki kesatrian yang
dinamakan Bumiratalun.
Sadewa
berpenampilan branyak, dengan posisi
muka langak dengan suara melengking,
bermata liyepan, berhidung walimiring, bermulut salitan. Ia bermahkota gelung supit urang, dengan sumping sorengpati. Badan satria alus dengan kalung tanggalan. Posisi kaki dengan pocong sembuliyan dengan motif klithik.
Atribut lainnya mengenakan kelatbahu naga
pangangrang, gelang calumpringan, dengan memakai keroncong. Tokoh ini ditampilkan dengan muka putih dengan badan gembleng, atau muka dan badan gembleng.
Sadewa
dilahirkan ketika ibunya telah meninggal dengan cara bunuh diri menusuk
lambungnya, setelah mengetahui suaminya mati mendadak, saat melihat keindahan
Negara Astina dengan menaiki lembu Andini. Sadewa lahir kembar melalui luka
bekas tusukan keris itu. Bayi kembar itu oleh Abiyasa selanjutnya diserahkan
kepada Dewi Kunti agar dapat diasuh seperti ketiga anak Pandu yang lainnya.
Sadewa
adalah titisan Dewa Aswin (Dewa
Kembar) dan dewanya tabib, yang mahir dalam menunggang kuda dan merupakan
prajurit yang sangat tangguh dalam memainkan senjata panah dan lembing. Ketika
Pandawa dalam pembuangan selama 13 tahun, Sadewa bersama kembarannya menyamar
sebagai ahli tata interior di istana Wirata.
Sadewa
dalam kehidupannya sehari-hari selalu bersamaan dengan saudara kembarnya
Nakula, hampir tidak pernah berpisah. Mereka mendampingi raja Amarta yang
bernama Darmakusuma (Yudistira) untuk berbagai keperluan, terutama berkaitan
dengan masalah-masalah kenegaraan, kerakyatan, kemakmuran Negara, strategi
perang dan sebagainya, bahkan masalah-masalah pribadi raja tidak luput dari
perhatian. Keluarga Pandawa memiliki tali perssaudaraan yang sangat kuat,
sehingga akan selalu membantu mengatasi dalam berbagai persoalan. Dalam
lakon-lakon wayang selalu diceritakan bahwa Sadewa lebih terkenal daripada
Nakula, tokoh ini memiliki kebijaksanaan sama dengan Batara Kresna. Ketika
Kresna dalam melaksanakan tugasnya telah dipengaruhi oleh kepentingan pribadi,
seperti membela anaknya Sitija yang sedang bermusuhan dengan Gatutkaca karena
masalah kikis Tunggarana, kedudukan penasihat para Pandawa diambil alih oleh
Sadewa yang didukung oleh para putra Pandawa.
Dalam perang Baratayuda, Sadewa bersama
kembarannya bertugas untuk melemahkan semangat Prabu Salya yang merupakan
saudara tua ibunya, sehingga kekuatan para Kurawa menjadi tidak kuat lagi.
Prabu Salya merasa iba kepada kedua kemenakannya karena teringat bahwa anak itu
sejak lahir sudah yatim piatu, tanpa ayah dan ibu, sehingga atas jasa Dewi
Kunti mereka ini dapat berkembang menjadi dewasa. Di samping itu teringat bahwa
selama ini tidak pernah memperhatikannya, sehingga merasa berdosa kepada
adiknya Dewi Madrim. Atas dasar itu Sadewa mendapat penjelasan bahwa dalam
perang Baratayuda yang dapat mengalahkan Prabu Salya adalah Puntadewa, karena
raja yang memiliki darah putih hanya raja Amarta itu. Hal ini dilakukan
didasari oleh kecintaannya kepada Pandawa. Di samping itu Negara Mandaraka juga
diserahkan kepada Nakula dan Sadewa, karena sudah tidak ada anak keturunannya
yang hidup, semuannya telah gugur dalam perang Baratayuda itu.
Akhir
hayat Sadewa dikisahkan dalam maha
prastanika parwa, Sadewa mokswa bersama saudaranya dalam perjalanan menuju swargaloka.
Comments
Post a Comment