Prabu Salya merupakan putra Prabu
Mandrapati dari Negara Mandaraka. Ia pada masa kecilnya bernama Raden Narasoma
ia mempunyai istri bernama Dewi Setyawati (Pujawati), dari perkawinan itu ia
mendapatkan beberapa putra yaitu Dewi Erawati yang menjadi istri Prabu Baladewa
raja Mandura. Dewi Surtikanti yang menjadi istri Adipati Karna raja di Awangga,
Dewi Banowati menjadi istri Prabu Suyudana raja Astina, Arya Burisrawa di
kasatriyan Cinde Kembang, dan Arya Rukmarata. Prabu Salya mempunyai saudara
perempuan yang bernama Dewi Madrim yang kemudian menjadi permaisuri raja Astina
yang bernama Pandudewanata. Ketika masih muda Prabu Salya mendapatkan istri
Dewi Setyawati (Pujawati) putra Begawan Bagaspati, Raden Narasoma tampak sekali
sebagai sosok yang tidak berbudi luhur, yaitu setelah menjadi menantu Begawan
yang berwujud raksasa, ia meminta ajian candrabirawa, yang sesungguhnya tidak
dapat diberikan atau diajarkan kepada orang lain, jika hal itu dilanggar maka
Bagaspati harus rela meninggalkan dunia fana alias mati, namun karena
kecintaannya kepada anak satu-satunya ia rela memberikan ajian itu kepada Raden
Narasoma. Ketika ajian sudah dapat dimiliki Raden Narasoma meminta yang lebih
dari Begawan Bagaspati, yaitu ia merasa malu mempunyai mertua raksasa, hal ini
akan segera dituruti, namun ketika Begawan Bagaspati sedang samadi akan
melakukan mokswa, ditikam oleh Narasoma sehingga tewas seketika.
Prabu
Salya merupakan tokoh yang berkarakter alusan
dengan posisi muka tumungkul, ia
bermata kedhelen, berhidung sembada, bermulut salitan dengan kumis dan jenggot yang tipis. Ia bermahkota pogag dengan hiasan turida, jamang, sumping mangkara, dengan gelapan utah-utah
pendek berukuran besar serta memakai tali
praba dengan motif bludiran. Ia mengenakan praba sebagai lambing
kebesarannya sebagai raja di Mandaraka. Posisi kaki pocong semen ningrat dengan sepasang uncal kencana, dodot bermotif semen jrengut seling gurdha. Atribut yang lainnya ia
mengenakan kelatbahu naga pangangrang,
gelang calumpringan dan memakai keroncong. Tokoh ini ditampilkan dengan
muka berwarna jambon (merah muda) dengan badan disungging gembleng.
Ketika
Prabu Salya mengetahui bahwa adiknya Dewi Madrim belapati atas meninggalnya Prabu Pandudewanata, padahal ia sedang
hamil bahkan melahirkan melalui luka di perutnya, ia merasakan kesedihan yang
mendalam. Pada saat berlangsungnya perang Baratayuda ia didatangi anak Dewi
Madrim yang bernama Raden Nakula dan Raden Sadewa yang ingin mengetahui kelemahan
ajian candrabirawa milik Prabu Salya.
Hal ini perlu diketahui karena ajian itu tidak ada yang dapat mengalahkannya,
jika demikian maka para Pandawa akan kalah dalam perang melawan Kurawa. Setelah
melihat kedua kemenakannya itu hati Prabu Salya teringat dengan masa kecilnya
kedua satria Pandawa yang pada saat lahir sudah menjadi anak yatim piatu.
Karena merasa berhutang budi dengan para Pandawa lainnya, ia menyerahkan
kematiannya kepada para Pandawa.
Prabu
Salya di Negara Astina berfungsi sebagai sesepuh, sehingga selalu memberikan
nasihat-nasihat yang baik. Hal ini kadang dibantah oleh para Kurawa dan
membuatnya raja Mandaraka ini marah. Pernah terjadi Prabu Salya marah dengan
menantunya Adipati Karna, karena para Kurawa bermaksud mencelakakan para Pandawa.
Ketika dalam perang Baratayuda Prabu Salya pernah berselisih karena masalah
kekerabatan dan keluarga Aswatama justru disalahkan dan diusir dari Astina.
Akhir
hayat Prabu Salya diceritakan pada perang Baratayuda. Ketika ia menjadi
senapati agung Kurawa, ia mendapatkan lawan Prabu Puntadewa, seperti yang
pernah disampaikan kepada Raden Nakula dan Raden Sadewa bahwa ia akan kalah
jika berhadapan dengan raja berdarah putih. Disamping itu sudah saatnya Bagawan
Bagaspati mengambil kembali ajian Candrabirawa
yang disertai dengan nyawa Prabu Salya.
Comments
Post a Comment