Busana Bima |
1. Jenis mata wayang
a. Mata Liyepan, jenis mata ini berwujud manik menyerupai
bentuk sebuah gabah atau biji padi yang belum dikupas. Liyepan menggambarkan
kondisi mata dalam setengah tidur. Jenis mata ini digunakan untuk tokoh-tokoh
wayang yang bertubuh kecil dan langsing.
b. Mata khedelen, jenis mata ini diwujudkan dengan bentuk
menyerupai biji kedelai pada biji mata maniknya. Mata ini digunakan untuk tokoh
wayang yang bertubuh sedang.
c. Mata peten, jenis mata ini diwujudkan dengan bentuk biji
petai padaa biji matanya. Mata ini diperuntukan bagi tokoh yang berbadan kekar,
tetapi memiliki perwatakan kurang terpuji.
d. Mata thelengan, jenis ini digambarkan dengan bentuk bulat
penuh pada biji matanya, tidak diberi warna dalam penggambaran naik, umumnya
hanya memakai warna hitam saja.
e. Mata plelengan, jenis mata wayang ini digambarkan dengan
bentuk bulat penuh pada biji matanya, dengan menggunakan warna merah muda,
merah, dan hitam dalam menggambarkan maniknya, disamping itu digambar pula
bagaian kelopak mata. Jenis mata ini diterapkan pada tokoh raksasa baik
bertubuh kecil maupun bertubuh besar.
f. Mata kiyeran, jenis mata ini digambarkan dengan bentuk
bulan sabit pada biji matanya. Jenis mata ini diperuntukkan hanya terbatas pada
tokoh-tokoh tertentu saja.
g. Mata kiyip, jenis mata ini diwujudkan dengan penggambaran
setengah lingkaran pada biji matanya. Diperuntukan bagi tokoh-tokoh yang gemuk,
baik berukuran besar maupun kecil.
2. Bentuk hidung wayang
a. Hidung walimiring, jenis hidung ini wujudnya menyerupai
bentuk pangot kecil(pisau raut kecil yang biasa digunakan untuk membuat
topeng). Jenis hidung wayang ini diterapkan bagi tokoh-tokoh wayang yang
bertubuh kecil, umumnya bermata liyepan dan juga digunakan untuk kidung putren
(wayang wanita).
b. Hidung bentulan, jenis hidung ini diwujudkan dengan
bentuk yang meyerupai buah bentul (soka). Jenis hidung ini diperuntukkan untuk
wayang yang bertubuh besar. Umumnya wayang yang bermata thelengan.
c. Hidung wungkal gerang, jenis hidung ini menyerupai bentuk
hidung bentulan dengan bagian ujung tajam sedikit. Jenis hidung wayang ini
diterapkan pada tokoh wayang yang berwatak kasar dan umumnya dikombinasikan
dengan bentuk mata plelengan dan peten.
d. Hidung pelokan, jenis hidung wayang ini digambarkan
seperti sebuah pelok(isi mangga),
umumnya diterapkan pada tokoh wayang yang bertubuh besar seperti tokoh raksasa
dengan mata plelengan.
e. Hidung pesekan, jenis hidung wayang ini digambarkan
dengan bentuk hidung wungkal gerang yang
berukuran kecil, untuk menggambarkan bentuk hidung pesek. Jenis hidung wayang
ini diterapkan pada tokoh-tokoh kera.
f. Hidung bunder, jenis hidung ini digambarkan bulat
menyerupai bentuk buah terung. Diperuntukkan bagi tokoh tertentu seperti Gareng
dengan bentuk hidung terong glathik, kemudian tokoh raksasa terong dengan
bentuk hidung terong kopek.
g. Hidung belalai, jenis hidung ini digambarkan seperti
bentuk belalai binatang gajah. Dalam penerapnnya digunakan untuk menggambarkan tokoh-tokoh
wayang yang berwajah seperti binatang gajah.
3. Mulut wayang
a. mulut mingkem, jenis mulut ini merupakan penggambaran
dari bentuk mulut tertutup, sehingga tidak nampak penggambaran giginya. Jenis
mulut wayang ini hanya diperuntukkan bagi tokoh wayang tertentu dan jumlahnya
tidak banyak , terutama pada tokoh satria.
b. Mulut gethetan(mulut salitan), jenis mulut wayang ini
bentuknya menyerupai jenis mulut mingkem dengan ditambah dengan penggambaran
ikal pada ujung belakang yang dinamakan salitan dan penggambaran gigi-gigi, ada
ditambah dengan penggambaran slilitan.
c. Mulut gusen, jenis mulut ini dibedakan menjadi dua macam
yaitu pertama mulut gusen alus bentuknya seperti mulut salitan yang ditambah
dengan penggambaran gusi. Kedua gusen gagah yang digambarkan seperti mulut
gusen alus, tetapi bagian salitan dihilangkan dengan penggambaran gigi-gigi
besar dan kadang digambarkan pula taring. Umumnya digunakan olrh tokoh kasar.
d. Mulut mesem, jenis mulut ini menggambarkan bentuk mulut
dalam kondisi mesem atau tersenyum, penerapannya pada tokoh-tokoh tertentu saja, seperti tokoh Petruk, Gareng,
Sengkuni, dan sebagainya.
e. Mulut mrenges, jenis mulut ini digambarkan dengan mulut
yang terbuka tetapi tidak lebar, dengan gigi dan taringnya nampak, ditambah
dengan penggambaran gusinya. Jenis mulut ini diterapkan pada raksasa yang
bertubuh kecil.
f. Mulut anjeber, jenis mulut ini digambarkan dengan mulut
pada bagian atasnya dibuat lebih besar dari bibir bawahnya, disertain dengan
penggambaran gigi kecil dan taring serta penggambaran gusinya. Jenis mulut
wayang ini diterapkan pada tokoh-tokoh kera.
g. Mulut ngablak, jenis mulut ini menggambarkan bentuk mulut
yang terbuka lebar, dengan gigi yang besar, dengan taring, dan penggambaran
gusi. Umumnya digunakan pada tokoh-tokoh raksasa, baik bertubuh kecil maupun
besar.
4. Bentuk mahkota wayang
Bentuk mahkota yang dimiliki oleh wayang kulit ini
tampilannya beraneka ragam sesuai dengan dengan cerita dalam lakon wayang.
Umumnya bentuk mahkota ini menjadi ciri khas dari tokoh yang bersangkutan. Secara
garis besar mahkota yang diterapkan pada tokoh wayang sebagai berikut:
a. makutha
b. topong
c. songkok(pogag)
d. gelung supit urang
e. gelung keling
f. uncit
g. puthut
h. trumbus
i. jamang sadasaler
j. gundhulan
k. rambut gimbalan
l. rambut geni
5. Pemakaian Kain dan Posisi kaki
Penggambaran dalam penerapan kain pada tokoh wayang
disesuaikan dengan tingkat sosial dalam cerita
wayang dan karakter dari masing-masing tokoh wayang. Tokoh alusan dalam
mengenakan kain disebut dengan pocong, sedangkan untuk gagahan dinamakan
jangkahan. Dalam wayang kulit gaya Yogyakarta dibedakan sebagai berikut:
a. Pocong, terdiri dari pocong polos, pocong semen ningrat,
pocong sembuliyan, pocong bangakan, pocong blotrong, dan pocong dhagelan.
b. jangkahan, terdiri dari jangkahan ratu, jangkahan
satria,jangkahan satria putran, jangkahan punggawa, jangkahan denawa raja,
jangkahan bayu(sena), jangkahan wanara, dan jangkahan pandita.
Pustaka:
- _____, 2003. Siri Mengenal Budaya 1: Wayang Kulit.
- Suksma Girindra. 2008. Pusat Wayang Kulit Purwa Jawa.
- Legawa, Girindra Suksma.
2005. Pusat Wayang Kulit Purwa Jawa.
keren banget, saya sedang cari referensi ciri fisik wayang pandawa, mana yang pelokan, mana yang bentulan
ReplyDeletekeren banget, saya sedang cari referensi ciri fisik wayang pandawa, mana yang pelokan, mana yang bentulan
ReplyDelete